Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyakit Kusta dan Upaya Penanganan di Tengah Pandemi

Talkshow live youtube Berita KBR


Saya terkejut ketika mengetahui ternyata Indonesia menduduki peringkat ketiga penderita kusta di dunia, yakni setelah India dan Brazil. Selama ini saya pikir penderita kusta di Indonesia sudah hilang karena memang pemberitaan tentang penyakit kusta sangat minim saya dapatkan. Entah saya yang tidak update atau memang pemberitaan yang kurang, saya tidak bisa menduga-duga.

Tapi yang jelas setelah mengikuti live Talkshow Ruang Publik youtube Berita KBR tentang Geliat Pemberantasan Kusta dan Pembangunan Inklusif Disabilitas pada 31 Mei 2021 lalu, mata saya kembali terbuka. Banyak hal ternyata selama ini yang tidak saya ketahui tentang perkembangan penyakit kusta di Indonesia.

Live Talkshow Berita KBR yang dipandu Host Ines Nirmala itu menghadirkan dua narasumber yakni Komarudin, S.Sos, M.Kes selaku Wasor Kusta Kabupaten Bone, Sulsel dan DR. Rohman Budijanto SH, MH, selaku Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP sebuah Lembaga Nirlabaa Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah.

 

Host dan narasumber

Berdasarkan data ternyata secara nasional ada 8 daerah yang memiliki penderita kusta diantaranya Sulawesi, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Meski menduduki peringkat ketiga di dunia ternyata sebenarnya secara prevalensi relative kecil yang hanya 0,71 per 10.000 penduduk.

 Mengenal Penyakit Kusta

Penyakit kusta ternyata sudah ada sejak hampir 2000 tahun sebelum Masehi. Di sejumlah daerah ternyata masih ada masyarakat yang menganggap penyakit ini adalah penyakit kutukan, sehingga mereka dikucilkan.

Padahal Kusta adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang menyerang bagian saraf, kulit dan saluran pernafasan atas. Bakteri penyebab kusta ini ternyata bisa ditularkan melalui percikan cairan dari mulut dan hidung pada saat kontak langsung dengan pasien kusta.

Jadi bakteri Mycobacterium leprae akan mengalami perkembangbiakan selama dua sampai dengan tiga minggu dan masa inkubasi penyakit ini rata-rata lima tahun. Jadi gejala tidak langsung muncul jika seseorang terpapar oleh bakteri ini, namun gejala dapat muncul dalam satu tahun tapi juga bisa muncul setelah lima tahun atau lebih.

Nah kondisi inilah yang menyebabkan penyakit kusta lebih sering ditemukan terlambat karena masyarakat seringkali mengabaikan tanda dan gejalanya. Gejala penyakit kusta antara lain :

·         Bercak putih atau merah di kulit

Bercak tersebut tidak gatal, tidak nyeri, tetapi teras baal/kurang rasa atau mati rasa. Bercak seringkali ditemukan di bagian siku, karena ada syaraf yang dekat dengan permukaan kulit, ada pula bercak yang ditemukan di sekitar tulang pipi/wajah, telinga, atau bahu.

·         Bintik kemerahan yang tersebar

Ada yang gejalanya kulit sangat kering/tidak berkeringat dan rambut alis rontok sebagian/seluruhnya. Sebagian besar penderita pada awalnya tidak merasa terganggu meski kadang disertai kesemutan, nyeri sendi dan demam hilang timbul, bila mengalami reaksi.

Akibat tidak merasa sakit, tidak gatal sehingga penderita cenderung abai, sehingga penyakit tersebut berlangsung terus dan berpotensi menularkan serta menimbulkan kecacatan. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Sebab penderita kusta yang belum mengkonsumsi obat kusta atau berobat tidak teratur adalah sumber penularan. Penderita bisa menularkan kuman melalui percikan cairan pernafasan, maupun kontak melalui kulit yang luka.

Cara Mencegah dan Mengobati Kusta

Penyakit kusta sangat ditakuti karena akibat kecacatan yang ditimbulkan. Sehingga mencegah penyakit kusta bisa dilakukan dengan peka terhadap gejala dan rutin melakukan pemeriksaan diri bagi mereka yang kontak erat dengan penderita kusta. Intinya penemuan kasus sejak dini dan mendapatkan pengobatan intensif sejak awal adalah cara yang paling efektif untuk memutus rantai penularan dan mencegah kecacatan.

Penderita Kusta. Foto Kemenkes

Pemeriksaan bisa dilakukan ke Puskesmas dan rumah sakit guna memastikan gejala kusta atau bukan. Jika memang dari hasil pemeriksaan dinyatakan penyakit kusta ternyata obat berupa berbagai macam antibiotik disediakan gratis oleh pemerintah. Tapi pendampingan, dukungan dan motivasi serta kepatuhan penderita dalam menjalani pengobatan adalah kunci kesembuhan.

Penanganan Kusta di Tengah Pandemi

Kabupaten Bone sebagai salah satu daerah dengan angka penderita kusta tinggi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19 memang sempat menghentikan upaya penanganan. Menurut Komarudin dalam talkshow tersebut pihak sempat tiga bulan menghentikan aktifitas turun ke masyarakat dalam penanganan kusta. Namun setelah itu aktif kembali dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan baju pelindung, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

Komarudin mengatakan jika dibandingkan pada tahun 2019 yang mana ditemukan 195 kasus penderita kusta di Kabupaten Bone, ternyata pada tahun 2020 hanya ditemukan 140 kasus atau turun 28 persen. Setelah ditelusuri hal itu disebabkan dengan kurang teridentifikasinya penderita baru akibat pembatasan kegiatan turun ke masyarakat seperti berkurangnya kunjungan ke Puskesmas akibat pandemi ini.

Namun upaya penanganan terus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bone dengan melibatkan kader-kader lain seperti bidan dalam melakukan edukasi kepada masyarakat terhadap gejala penyakit kusta yang harus diwaspadai.

Meski anggaran berkurang karena pandemi Covid-19 ini, penanganan rutin juga terus berlanjut seperti pemberian obat kepada penderita, pemeriksaan kontak penderita kusta, pemeriksaan terhadap siswa di sekolah dan penyuluhan.

Intinya upaya pencegahan dan pengobatan penyakit kusta terus berjalan di Kabupaten Bone. Selain mengajak masyarakat menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19, juga mengajak masyarakat rutin memeriksakan diri jika menemukan gejala kusta untuk segera mendapatkan penanganan dan pengobatan.

Seperti diketahui sebagian besar pasien kusta yang mengalami kecacatan akibat terlambat mendapatkan pengobatan, sedangkan dengan kecacatan yang dimiliki kesempatan akan sangat rendah untuk memperoleh pekerjaan dan merasa dikucilkan dari masyarakat sehingga malu bertemu dengan banyak orang.

DR. Rohman Budijanto SH, MH, selaku Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP dalam talkshow tersebut menyatakan dalam merekrut karyawan baru di media yang pernah dipimpinnya, tidak pernah membedakan kaum disabilitas dan normal. Bagi perusahaannya, yang diperlukan adalah kemampuan seseorang tersebut dalam menghadel suatu pekerjaan.

Ia mencontohkan, pihaknya pernah menerima karyawan yang tidak cacat kaki untuk bagian layouter. Ada juga menerima karyawan yang ahli dalam tata bahasa meski tubuhnya sangat mungil.

Terkait apakah ada mantan penderita kusta atau orang yang penderita menderita kusta (OYPMK) bekerja di perusahaannya, DR. Rohman mengatakan belum pernah meski tidak menutup kemungkinan jika memiliki kemampuan yang dibutuhkan perusahaan akan diterima bekerja.

Untuk OPYMK ini menurut Komarudin dan DR. Rohman bisa dibimbing untuk mendapatkan pekerjaan atau usaha yang tidak melakukan interaksi dengan orang banyak, karena kepercayaan diri mereka yang kadang belum muncul.

Usaha itu misalnya memberikan pelatihan keterampilan mengolah barang-barang bekas menjadi produk yang layak jual atau melakukan usaha online. Intinya edukasi dan pendampingan harus diberikan kepada OPYMK yang mengalami disabilitas supaya bisa tetap berperan dalam pembangunan di masyarakat.

Apakah jika di sekitar ada OPYMK dan disabilitas Anda siap untuk membantu memotivasi, merangkul serta bahkan mengajak mereka bekerja di tempat usaha Anda ? Semoga kita bisa ikut berpatisipasi dalam pembangunan inklusif disabilitas ini. 

#IndonesiaBebasKusta

#SuaraUntukIndonesiaBebasKuasta

 

17 komentar untuk "Penyakit Kusta dan Upaya Penanganan di Tengah Pandemi"

  1. Pemahaman masyarakat mengenai penyakit kusta ini harus diluruskan ya kak. Karena masih ada sebagian dari kita yang menganggap ini kutukan sehingga mengucilkan mereka.

    BalasHapus
  2. Ternyata masih ada kusta ya, kirain aku udah ga ada, aku tau kusta tuh pas SD, ada sosialisasinya

    BalasHapus
  3. Duh memprihatinkan ya Indonesia termasuk negara teratas kusta tertinggi, Semoga ya dengan adanya program penanggulangan kusta dipandemi berjalan lancar dan kerja keras ini kita harus dukung agar Indonesia bebas dari penyakit kusta

    BalasHapus
  4. Meski pandemi, semua serba dibatasi tapi dengan protokol kesehatan yang ketat, kita tetap bisa mengontrol penyakit lain seperti kusta ini sehingga tidak terjadi penularan lagi dan yang OYMPK bisa segera sembuh juga ya

    BalasHapus
  5. Yuk ... kita sebagai blogger, kita edukasikan tentang kusta ini melalui tulisan agar masyarakat lebih paham lagi, bahwa penyakit kusta itu bisa disembuhkan, obatnya ada di puskesmas

    BalasHapus
  6. Sedih memang masih banyak yang mengabaikan penyakit kusta ya mba. Bahkan anggap penyakit ini adalah penyakit kutukan :(

    BalasHapus
  7. Wiwin | pratiwanggini.net12 Juni 2021 pukul 20.32

    Saya tahu tentang penderita kusta itu waktu dulu banget saya nonton film Indonesia (lupa judulnya). Trus tahu bahwa penyakit ini sudah ada sejak jaman nabi Isa. Semoga aja dengan adanya edukasi dan penanganan yang baik, makin berkurang yang menderita penyakit ini.

    BalasHapus
  8. ya ampun ternyata negara kita masuk tiga besar yang mba penderita kusta terbanyak di dunia, lebih banyak yang di kota atau di daerah sih mba untuk penderitanya ?

    BalasHapus
  9. memang begitu ya, karena merasa tidak terganggu kita sering abai sama sinyal-sinyal penyakit, jadi begitu didiagnosa sudah parah, serem juga ya penyakit kusta bisa menyebabkan kecacatan

    BalasHapus
  10. Iya nih sampai sekarang masih banyak masyarakat awam yang percaya mitos seputar penyakit kusta, padahal kusta bisa disembuhkan asal rajin dan rutin berobat ya...

    BalasHapus
  11. Penyakit kusta mengingatkan aku saat masih tinggal di Klaten pas Bapak sakit, ternyata diabetes hanya gejala nya waktu itu kata org sekitar mirip kusta..huhu

    BalasHapus
  12. Iya niih...
    kita kerap mengabaikan tanda-tanda yang muncul mentang-mentang gak terasa gatal.
    Edukasi yang bagus sekali. Semoga Indonesia bisa bebas kusta di masa depan.

    BalasHapus
  13. Di masa pandemi ini, geliat untuk mengeliminasi kusta jangan pernah menyerah, memang harus semangat. Agar kita gak lagi di posisi ketiga dunia ya

    BalasHapus
  14. ngeri banget ya efek penyakit kusta ini, bisa menimbulkan kecacatan, semoga kita semua selalu diberi kesehatan

    BalasHapus
  15. Penyakit kusta masih menjadi momok yang mengerikan karena penderita kustanya bnyak yang terkucil smoga bsa diberantas bsa hilang selamanya dari negeri kita

    BalasHapus
  16. seneng banget pas baca programnya, jadi para penderita kusta tetap bisa diberdayakan ya maaaak.. Semoga indonesia bisa segera terbebas dari kasus kusta yaaaa

    BalasHapus
  17. Ketika pandemi gini, penderita penyakit lain mengalami kesulitan mengalami pengobatan yaa.. Edukasi semacam ini perlu supaya penderita kusta tetap semangat mencari pengobatan :)

    BalasHapus