Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

#Memesonaitu Ketika Mampu Mengangkat Derajat Keluarga


Prestasi dan kwalitas diri itu memesona mereka yang dulu meremehkan  

Saya lahir dan besar dari keluarga sederhana. Bahkan bisa dikatakan sangat sederhana. Ayah saya hanya seorang tukang pangkas dan ibu di rumah mengurus anak. Saya adalah anak pertama dengan lima orang adik. 

Kehidupan kami sangat sederhana bahkan bisa dikatakan pas-pasan, apalagi saat adik keempat hingga keenam lahir. Ekonomi keluarga saya sangat susah. Sebelumnya masih lumayan bagus. Saat saya kecil umur 4 tahun, ibu mempunyai usaha pembuatan rempeyek kacang dan dipasarkan hingga kota sebelah. Bahkan ibu mempunyai karyawan. Sedangkan ayah waktu hanya ke pasar pada hari pekan untuk bekerja sebagai tukang pangkas. Selain hari pekan ia di rumah mengawasi karyawan yang memproduksi rempeyek.
Bahkan dari usaha itu ibu mampu membuat rumah dan membantu adik-adiknya sekolah. Namun, cobaan datang ketika adik kedua saya menderita muntaber. Dokter menyarankan ibu saya fokus mengurus adik. Ibu pun menuruti karena ia pernah kehilangan abang saya yang meninggal dunia waktu umur dua tahun. 
Pemasaran rempeyek ibu mulai kacau karena karyawannya yang ditugasi mengurus penagihan ke toko toko di berbagai pasar tidak lancar. Akhirnya usaha ibu perlahan tutup. Ibu pernah membantu ayah agar ekonomi keluarga kami tetap stabil, seperti berjualan pakaian keliling dan buah-buahan. Tapi tidak bertahan lama.
Adik ketiga saya lahir, ekonomi orang tua makin susah. Saya waktu itu duduk di kelas dua SD. Sebagai anak pertama saya merasakan tanggungjawab untuk membantu orang tua. Karena sekolah siang, saya meringankan pekerjaan ibu dengan mencuci pakaian. Pulang sekolah saya juga membantu menjaga adik. Alhamdulillah meski hidup kekurangan tapi semangat belajar saya tetap tinggi dan selalu juara kelas.
Saya pernah merasakan iba hati yang teramat dalam ketika ada lomba menyanyi paduan suara tingkat kecamatan. Waktu itu saya masuk tim paduan suara teramat senang ketika tahu kami juara pertama tingkat kecamatan dan akan dikirim ke tingkat kabupaten. 
Namun, untuk urusan pakaian tidak lagi ditanggung sekolah. Orang tua diminta membayar baju seragam. Waktu itu masih saya ingat harganya Rp 70 ribu. Saya yang tahu ayah saya tidak mampu membayar memutuskan untuk tidak ikut. Sedih teramat dalam ketika teman-teman berangkat dengan seragam orange putih ke kabupaten. 
Saya tidak menyesali miskinnya keluarga saya dan saya hanya sedikit kecewa dengan guru yang tidak peduli dengan memberikan pinjaman atau keringanan kepada saya supaya tetap bisa punya seragam paduan suara.
Ketika hanya melanjutkan SMP, saya nyaris tak bisa sekolah. Ayah saya tidak punya uang untuk membayar uang pakaian. Sedih banget dan saya hanya bisa menangis saat malam. Rasanya tidak berarti hasil raport saya yang selalu bagus, namun saya bakal tidak melanjutkan sekolah. Untunglah paman saya mau membantu dan akhirnya saya bisa melanjutkan sekolah.
Saat dilantik sebagai sekretaris umum sebuah organisasi wanita terbesar di kota saya. Memesona dan menaikan derajat keluarga 
Saya bersyukur masih bisa sekolah dan bertekat harus memberikan prestasi terbaik. Alhamdulillah saya selalu juara dan itulah satu-satunya kebanggaan dalam diri saya dan membuat saya percaya diri.
Kondisi ekonomi orang tua saya masih berada di level terbawah seiring terus bertambahnya adik-adik saya. Adik bungsu saya lahir saat saya duduk di kelas satu SMA. Saya menjadi orang yang minder dan tidak percaya diri. Saya malu tidak punya pakaian bagus seperti teman-teman. Untunglah saya mendapatkan beasiswa pendidikan dan itu sangat membantu.
Kemiskinan membuat saya berpikir dewasa. Saya punya cita-cita ingin mengangkat derajat khususnya ekonomi keluarga. Saya ingin keluarga saya dipandang di masyarakat dan bukan diremehkan karena kemiskinan kami. Sangat sedih ketika ingat perlakuan dan hinaan orang terhadap keluarga kami.
Pernikahan dengan lelaki mapan yang memesona orang-orang yang merendahkan keluarga saya 
Saat tamat SMA saya tidak bisa melanjutkan kuliah. Saya sadar ekonomi orang tua tak akan mampu dan saya harus mengalah supaya adik-adik bisa terus makan dan sekolah. Dengan sisa uang tabungan beasiswa dan ditambah uang pinjaman, saya memilih lembaga pendidikan keterampilan. Waktu itu saya mengambil di bidang jurnalistik, karena saya memang ada minat di bidang itu.
Saya harus rela bolak balik ke kota supaya hemat. Karena untuk membayar kamar kost orang tua saya tidak mampu.Saya juga harus membawa bekal seadanya untuk makan siang. Kadang saya harus membeli nasi padang tanpa lauk demi harga yang murah tapi tetap kenyang.
Di tempat saya mengikuti pendidikan satu tahun inilah awal terbukanya kesempatan saya untuk mengembangkan bakat menulis. Kebetulan pemiliknya juga punya usaha koran, sehingga saya bisa mengisi rubrik mingguan tepatnya rubrik anak. Saya menulis cerpen dan meliput kegiatan anak sekolah. Hasilnya saya mendapatkan honor pertama yang memang tidak seberapa, tapi saya terharu dan makin semangat untuk terus menulis.
Belum lulus di tempat pendidikan itu saya diterima bekerja di sebuah koran baru. Bayangkan, saya tidak sarjana namun bisa diterima bekerja sejajar dengan sarjana yang ikut melamar. Mereka melihat kemampuan menulis dari hasil kliping sejumlah tulisan yang saya bawa.
Gaji pertama setelah sebulan bekerja adalah semangat sekaligus menaikan kepercayaan diri saya. Saya bisa membantu orang tua. Saya memberi ibu uang tunai dan membelikan adik-adik keperluannya. Saya sangat bersemangat. Kepercayaan diri saya tumbuh berkali -kali lipat. 
Mengapa ? karena saat saya bekerja dan mendapatkan gaji setelah satu tahun lebih tamat dari SMA, teman-teman saya masih kuliah. Mereka masih bergantung dengan orang tua, sementara saya sudah bisa memberikan orang tua uang hasil tetesan keringat saya.
Saya harus tetap menjadi pribadi yang baik, berkwalitas, terus berpretasi demi terus memesona dan menjaga nama baik keluarga
Kepercayaan diri ibu, ayah dan keluarga juga meningkat. Ayah dan ibu khususnya senang dan bangga saya menjadi jurnalis. Bahkan banyak orang yang tidak percaya saya bisa menjadi wartawan. Bahkan ada yang kepo mencari tahu siapa orang yang di belakang saya atau membantu saya masuk kerja di kantor media.
Setahun bekerja di kantor media itu, saya dipindahkan ke Kota Tanjungpinang, tempat saya menetap sekarang. Di sini rezeki saya makin bertambah. Dua tahun di sini saya mendapatkan jodoh. Dia seorang pegawai negeri sipil (PNS). Alhamdulillah sudah mapan. 
Kami menikah di kampung halaman saya di Padang. Semua biaya ditanggung oleh pihak suami. Ibu sangat bahagia karena anaknya bisa pesta besar seperti layaknya orang kaya di kampung. Banyak yang tidak percaya dengan apa yang saya raih. Apalagi dari mulut ke mulut mereka membicangkan saya yang dinilai telah sukses dirantau orang.  Apalagi di kota saya sekarang saya aktif dalam berbagai kegiatan dan beberapa kali dapat penghargaan. Semua itu saya unggah di media sosial yang memang bisa dilihat siapa saja termasuk orang di kampung.
Pelan tapi pasti, derajat keluarga saya di kampung makin terangkat. Saya rutin tiap bulan membantu orang tua dan membiayai sekolah adik-adik saya. Saat ini sudah 11 tahun pernikahan kami dengan ekonomi yang mapan dan sangat kami syukuri. Bahkan tahun lalu saya merehab rumah masa kecil dengan mengganti atap dan mengganti lantai semen dengan keramik.
Orang-orang yang meremehkan keluarga bahkan saya sendiri mulai mendekati saya. Kadang jika diingat perlakuan mereka dulu tak mau mendekat. Tapi saya tidak mau menjadi pribadi yang pendendam. Saya tidak ingin aura wajah saya kusam karena menyimpan dendam. Saya ingin terus menjadi pribadi yang memesona dengan sikap, kepribadian, karya dan kwalitas diri yang makin baik serta terus mengangkat derajat keluarga ke level paling baik. Ya bagi saya #Memesonaitu ketika mengangkat derajat keluarga.





8 komentar untuk "#Memesonaitu Ketika Mampu Mengangkat Derajat Keluarga"

  1. Wah, iya ya di Padang masih kuat banget adatnya. Salam kenal ya, aku 2 th tinggal di Padang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal mba..ia adat di sana msh kuat..krn mmg agama dan adat saling bersandaran

      Hapus
  2. Luar biasa kisahnya Mbak. Terbayang bagaimana rasanya. :)
    Alhamdulillah semua sudah membaik, ya. Dan memesona menjadi bagian yang tak terpisahkan saat kita berbuat baik pada keluarga.
    Salam untuk semua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah mba...semoga bisa terus memesona :)

      Hapus
  3. Ketika dendam itu bersarang dalam hati memang dia mampu merenggut segala yang ,bisa menjadikan diri kita memesona orang lain. Jadilah pribadi dengan segala kebaikan dlm diri sehingga tanpa sadar kita telah berhasil mdmbuat orang lain terpesona. Tak pelak lagi kita akan menjadi individu yg memesona.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin YRA bunda....masa-masa sulit sudah berlalu...tak usah dendam dengan masa silam..disyukuri aja

      Hapus
  4. MasyaAllah ya mba... perjuangan hidup yg memang tdk mudah. Tapi Alhamdulillah semua sudah bisa dilalui dan skrg mba ana sudah bisa tampil memesona. Memesona semua org.

    BalasHapus
    Balasan
    1. berat banget mba....kalau diingat ingat sedih lagi..tapi ya udah disyukuri aja yang ada sekarang...banyak berbuat kebaikan..karena berada di posisi sulit dan tak mampu itu sangat tidak enak

      Hapus