Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terimakasih Pelakor, Kau Tambah Kebahagiaanku

pic from pixabay
Aku hanya wanita biasa. Seorang istri dengan dua orang anak yang sehari-hari mengurus rumah tangga. Jikapun aku keluar rumah itu karena kegiatan di kantor suami, seperti arisan, kegiatan organisasi sosial dan olahraga.

Awalnya hidup kami berjalan normal seperti keluarga lainnya. Suamiku yang bekerja di sebuah BUMN menyayangiku dan kedua anak yang mulai tumbuh remaja. Meskipun aku dijatah bulanan, tapi semua kebutuhanku tercukupi, bahkan untuk urusan pakaian khususnya hal-hal yang bersifat pribadi. Sepertinya suamiku tahu kebutuhanku sebagai wanita yang aktif di kegiatan kantornya.

Sebagai seorang suami yang bekerja di BUMN tepatnya di bagian operasional. Suamiku sering berpindah divisi. Suatu hari suamiku dipindahkan ke divisi yang membuatnya harus sering berada di tempat dinas karena lokasinya jauh dari rumah. Meskipun begitu rata-rata dalam  seminggu dia selalu pulang ke rumah untuk melepas rindu dengan aku dan anak-anak.

Semua berjalan normal seperti biasanya, hingga suatu hari aku merasa janggal. Dia yang biasanya kalau pulang ke rumah selalu bermalam. Ini malah tidak dan selalu pergi lagi dengan alasan harus kembali ke tempat kerja dengan berbagai alasan yang akhirnya aku harus paham.

Namun suatu hari aku mendapatkan kabar yang sangat menyakitkan. Seorang keluarganya mengatakan jika suamiku sudah menikah siri dengan seorang wanita. Rasanya duniaku hancur saat itu juga. Aku merasa sangat sakit karena dikhianati. Aku berusaha menelpon suamiku dan ternyata ia sedang di tempat kerja dan malah marah karena menganggap aku mengganggu pekerjaannya yang sedang banyak.

Sebenarnya aku berusaha tidak percaya kabar itu dan menganggap salah seorang keluarga suamiku itu mencoba mengadu domba kami. Namun, kabar itu ternyata juga datang dari keluarga lainnya dan aku pun mau tak mau harus percaya.

Saat suamiku pulang ke rumah, aku meminta pengakuannya. Aku menangis sejadi jadinya. Aku tak peduli anak-anakku melihat kami bertengkar karena suamiku tidak mengakuinya. Ia malah pergi meninggalkanku dan anak-anak dengan membawa pakaiannya.

Beberapa lama ia tidak pulang. Ia tidak menelponku dan aku juga tidak menelponnya. Aku hancur karena dikhianati. Untunglah keluarga suamiku sangat baik khususnya mertua. Ia memberikanku semangat untuk bisa bertahan demi anak-anak.

Akhirnya dengan bantuan salah seorang keluarganya, aku bisa mengetahui rumah wanita simpanan suamiku itu. Ternyata wanita itu adalah janda dan  konon mantan wanita malam. Yang membuat hatiku makin hancur, wanita itu sedang hamil anak suamiku.

Aku marah, aku kecewa dan aku ingin mengakhiri hidupku yang seperti tidak ada guna lagi. Aku merasa sudah dicampakan oleh suamiku yang memilih wanita lain. Aku berusaha melapor ke kantornya, namun ia hanya mendapatkan peringatan. Malah suamiku malah berbalik memarahiku. Ia mengancam tidak akan menafkahiku lagi jika masih mengutak atik hidupnya dengan wanita itu.

Sebagai wanita yang tidak bekerja aku sadar aku kalah. Aku butuh uang untuk membesarkan anak-anakku yang mulai remaja. Aku juga tidak punya pengalaman bekerja dan tentu di usiaku yang sudah kepala tiga juga sulit mencari kerja. Sementara aku ingin anakku kuliah dan menjadi orang sukses.

Di posisiku yang sulit aku terpaksa mengalah demi anak anak.. Namun batinku tak bisa didustai. Aku uring-uringan dan sering marah. Anak jadi pelampiasanku dan aku lebih suka mengurung diri di kamar. Untungnya keluarga dan mertua paham dengan kondisiku dan mereka selalu memberikan hiburan dan dukungan khususnya terhadap anak-anakku.

Seirang berjalan waktu aku mencoba bangkit, karena aku sadar tak bisa seterusnya larut. Aku harus bangkit demi anak-anak yang butuh perhatianku. Pelan aku kembali menjalani hari-hari dengan normal. Aku juga kembali aktif di kegiatan kantor bahkan aku mulai memasuki organisasi di luar kantor suamiku.

Aku berteman dengan orang orang baru. Aku mendapatkan hal-hal baru dan semangat baru. Aku merasa makin banyak teman dan aktifitas yang membuatku bahagia serta melupakan masalahku.
Waktu berlalu,  anak-anakku yang beranja dewasa. Anakku yang pertama mulai masuk kuliah dan yang kedua SMA. Suamiku meski jarang pulang tetap memprioritaskan kebutuhan sekolah anak-anak.

Hingga suatu hari, ia datang membawa seorang anak perempuan usia 4 tahun ke rumah. Aku kaget dan bercampur marah mengapa ia membawa anak dari wanita yang telah membuat hidupku hancur. Namun, aku tidak bisa marah dengan anak itu. Ia tidak salah dan wajahnya yang manis dan lugu meluluhkan emosiku.

Anak-anaku ternyata juga menyayangi  “adik” mereka. Maklum mereka sudah mulai dewasa dan tidak ada anak kecil di rumah. Aku yang semula setengah hati menerima anak itu akhirnya bisa mulai menyayanginya.

Makin lama frekuensi suamiku membawa anak itu ke rumah makin sering. Bahkan jika ia tugas keluar, anak itu dititip di rumah. Ternyata aku baru tahu jika anak itu sering dimarahi ibunya jika suamiku tidak ada di rumah. Aku pun kasihan melihatnya dan entah mengapa aku makin sayang pada anak itu.

Anak itu sebut saja namanya A menyalin wajah suamiku. Untung saja tidak menyalin wajah ibunya yang telah merebut suamiku. Aku mulai merindukannya jika ia tidak datang ke rumah. Bahkan pada suatu hari aku mengatakan ke suamiku, jika A tinggal di rumahku saja biar aku yang mengurusnya.

Suamiku kaget mendengar ucapanku. Tapi aku bilang aku kasihan dan sayang pada A. Biar dia lebih terurus apalagi sebentar lagi dia akan masuk TK. Akhirnya A tinggal di rumahku. Aku menyekolahkannya di TK dan mengantar dan menjemput tiap hari. Kadang jika ia rindu ibunya, ia minta diantar oleh anakku. Oh ya, anakku yang sulung dengan masalah yang kuhadapi tumbuh jadi pribadi yang dewasa. Ia tidak membenci wanita yang telah menyakitiku. Malah ia menasehatiku dengan mengatakan, tidak perlu membalas atau berbuat jahat namun balaslah dengan kebaikan agar yang menyakitiku bisa tobat.

Seiring berjalan waktu, A tumbuh jadi anak yang makin manis dan menyenangkan hatiku. Ia menjadi temanku di rumah dan sering ikut denganku ke kegiatan organisasi. Suamiku juga mulai betah di rumah. Bahkan bisa dikatakan ia mulai jarang ke rumah istri sirinya.

Teman-temanku banyak yang kaget dengan A yang sering aku bawa. Mereka tidak menyangka aku bisa ikhlas merawat anak dari wanita yang pernah membuatku hancur dan nyaris gila. Aku hanya tersenyum dan mengatakan jika dengan cara itu membuat aku bahagia.

A bisa sudah dikatakan lengket denganku. Kami saling merindu jika berjauhan meski sebentar. Suamiku yang melihat kedekatan kami mulai berubah. Ia seperti menyadari kesalahannya yang dulu sehingga ia menjauh dari istri sirinya. Sementara aku juga dapat informasi ternyata istri sirinya selingkuh dengan laki-laki lain.

Tuhan menjawab doa doaku selama ini. Suamiku melepaskan pelakor itu dan aku mendapatkan kebahagiaan lebih dengan hak asuh A ada di suamiku yang tentu otomatis ia tinggal di rumahku. Aku bersyukur dan sangat bahagia karena A menyayangiku melebihi ibunya. Ia tumbuh jadi anak yang baik dan lebih dewasa dari usianya.

Sekarang A sudah duduk di bangku SD. Anakku –anakku sudah hampir tamat kuliah. Aku fockus dengan A dan kegiatanku di organisasi. Suamiku juga jauh berubah lebih baik. Aku jauh lebih bahagia yang dibuktikan dengan berat badanku yang makin bertambah dan wajah yang selalu sumringah.

Terimakasih pelakor, kau tambah kebahagiaanku

PS : Diangkat dari kisah seorang wanita yang tidak perlu disebutkan nama dan alamatnya 

22 komentar untuk "Terimakasih Pelakor, Kau Tambah Kebahagiaanku"

  1. Susah banget ya menajdi ikhlas begitu.

    BalasHapus
  2. Tabah sekali ya si ibu itu, sudah diselingkuhin eh malah mengasuh anak hasil selingkuhan suaminya. aku rasa tidak banyak orang yang bisa seperti itu mbak

    BalasHapus
  3. Luar viasa hati Mbak ini.. Kalau aku sudah kumatiin suami itu. Tuhan memang punya rencana besar yah Mbak untuk Unatnya yg bersabar...

    BalasHapus
  4. uwaaaaaa ini kisah nyata yaaaa
    sosweet banget
    meski harus berdarah-darah menghadapi kenyataan
    tapi kesabaran, ketegaran dan ketabahan membuahkan hasil yang manis
    alhamdulillaah

    BalasHapus
  5. kisah yang luar biasa.. ini kisah nyata katanya ya. Jarang-jarang kejadian. tapi emang, kata orang sih, anak itu memang tak berdosa. Ada teman saya juga begitu, dengan saudara tirinya yang ibunya jahat tapi ya tetap baik dengan saudara tirinya. Karena mereka ga salah, kata teman saya. Sama ibu tirinya sih masih jaga jarak, karena dulu rada jahat sama dia.

    BalasHapus
  6. Hebat, kalau aku mungkin ngfak kuat dihadepin sama masalah seperti itu kagum sana mbaknya punya hati seluas samudera

    BalasHapus
  7. menerima dan mengampuni itu tugas terberat kita sebagai manusia mbak.
    saya kalau jadi wanita itu belum tentu bisa selapang dada seperti beliau

    BalasHapus
  8. MashaAllah...
    Hikmah itu dipetik ternyata di perjalanan kisah yaa...Bukan saat itu juga.
    Semoga Allah menambah pahala dan memberi hadiah syurga bagi isteri-isteri yang bersabar terhadap ujian.
    In syaa Allah.

    BalasHapus
  9. Akhirnya yang ikhlas dan sabar yang menang ya Mba'. :)

    BalasHapus
  10. Luar biasa itu sang wanita, bisa menekan egonya akan sebuah eksistensi istri pertama demi seorang anak kecil hasil hubungan suaminya dengan wanita lain..

    Ya memang, terkadang tuhan selalu memberi kebahagiaan lewat jalan yg tidak pernah diduga mahluknya.

    Terkadang memang benar, ujar-ujar yang mana berkata bahwa "yang pertama mesti dilakukan ketika diharapkan pada penderitaan dan perasaan gamang adalah dengan menerima semua itu apa adanya.. Dan percaya bahwa tuhan pasti menyiapkan hal baik dibaliknya..

    BalasHapus
  11. Aku nangissssssYa Allah, tabah banget ibunya. Hiks, semoga kehidupan keluarganya semakin berkah.

    Ternyata, musibah sesakit apapun menyimpan hikmah ya. Allahu Rabbi. ��

    BalasHapus
  12. Wah si ibunya keren. Kalau aku pasti sudah minta cerai! Hehehe...
    Itulah aku takut banget tidak punya penghasilan sendiri, kalau suami macam-macam aku tidak punya kebebasan meninggalkannya karena takut tidak hidup. Perempuan harusnya punya penghasilan sendiri pokoknya ya.

    BalasHapus
  13. ini dari cerita nyata kak? BTW aku pernah tahu ada grup WA yang isinya ngomongin pelakor aja. mungkin klo gabung kesana bisa ngebantu ngedapetin cerita yang lebih mantep lagi dan share

    BalasHapus
  14. Berdamai debgan suami, berdamai dengan anak yang bukan anaknya tentu luar biasa.

    Tapi tak luput, anak-anak kandungnya juga luar biasa. Mereka tidak lantas jadi rusak meski melewati masa remaja dengan kondisi orangtua yang seperti itu. Padahal remaja konon gampang depresi. Dan kalau udah depresi sering lari ke hal-hal negatif yg bisa merusak hidupnya.

    Salut buat keluarga itu!

    BalasHapus
  15. Jd inget film India yg dia ngrawat anak suami dr perempuan lain. Dia gak sayang, msh marah tp yg dimarahi mati

    punya madu itu gak pernah enak. Emmm, kenapa gak minta cerainya istrinya? Penasaran

    BalasHapus
  16. Wanita yang sangat luar biasa.Hanya sedikit sekali wanita yang bisa seperti itu. Bisa menerima orang yang pernah mengkhianatinya.
    Ternyata dia bisa bahagia dengan cara berpikirnya ya...selama berpikiran positif, kebahagiaan bisa datang.

    BalasHapus
  17. Ya Alloh sabar bgt si istri pertamanya, kalo aku gk.bisa bayangin deh gmn perasannya, gmn penuh pengkhianatan yg hrus dia hadapi. Tp buah dari kesabaran pastinya manis, semua pasti ada hikmahnya.

    BalasHapus
  18. wlwkwkwkw jadi inget sama kisah artis itu, percaya gak percaya, kalo orang ketiga bisa bikin kita makin cinta sama pasangan sih kalo kata aku.

    BalasHapus
  19. gilsss... sabar banget, aku pasti udah mencak2. Sekalipun nggak kerja tapi langsung nyari duit buat kebutuhan anak2, gak mau tergantung suami si pengkhianagmt

    BalasHapus
  20. :)
    Banyak hikmah ya yg bisa diambil dr cerita ini.
    Yang jelas. Sabar selalu berbuah manis.


    Dan ikhlas

    BalasHapus
  21. Sedih. Ini mirip cerita tanteku. Bedanya, akhirnya mereka bercerai. Dan bagaimana pun, sifat asli selalu dominan. Di kisah ini, pelakor akan selalu berkhianat. Semoga kita semua dijauhkan dari hal-hal semacam inj

    BalasHapus