Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penginapan Sulthan : Merasakan Suasana Malam di Pulau Penyengat


Mentari mulai redup setelah seharian memberikan nikmat panasnya. Saya dan teman bergegas menyeberangi jembatan di Benteng Bukit Kursi, Pulau Penyengat. Harus sedikit hati hati karena ada papan yang bolong. Meski terburu tapi narsis itu wajib, berfoto ala ala selebgram masih disempatkan juga*abaikan*

Layar HP menunjukan pukul 5 sore. Tapi karena berada di kawasan bukit dan banyak pohon, suasananya terasa lebih gelap. Langkah kaki makin kami percepat menuruni bukit yang berada di atas Komplek Makam Raja Abdurrahman tersebut. 

Aroma harum khas makam menyeruak saat melintasi komplek makam itu. Saya mengucapkan salam dan melafalkan Alfatihah dalam hati. Kami menuruni anak tangga dan bergegas menuju destinasi terakhir setelah dua hari explore di pulau ini. Untuk tulisan pertama baca di http://www.unizara.com/2017/05/pulau-penyengat-pesona-tanah-sejarah.html 

Tujuan kami ke Perigi Putri yang berada tidak jauh di belakang Mesjid Sultan Riau. Ternyata ada yang sedang mandi dan kami menyusuri sekitarnya. Ternyata jika dilihat ada bekas bangunan lama yang sudah hancur tapi masih menyisakan tembok bata khas bangunan situs lainnya seperti Rumah Tabib dan Rumah Hakim. 

Perigi Putri memang masih dimanfaatkan oleh sejumlah warga sekitar untuk mandi dan mencuci. Perigi Putri dulunya adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada masa Kerajaan Melayu Riau. Bentuknya berupa sumur yang dilindungi tembok tebal dan beratap kubah. Di dalamnya ada sumur dan tempat duduk untuk mencuci pakaian. Pintunya ada satu dan tidak ada lobang angin.

Ingin rasanya mandi di sana setelah lelah seharian berkeliling, namun apa daya baju sudah dikeluarkan dari ransel dan ditaruh di Penginapan Sulthan Penyengat Indera Sakti yang berada di depan mesjid. Lantunan ayat suci Alquran di mesjid mulai terdengar dan kami bergegas ke penginapan.

Membuka pintu, ternyata penjaganya tidak ada. Tapi karena sudah check in dari pagi kami sudah mengantongi kunci dan masuk ke kamar masing-masing. Kamar saya bertipe family room ada di lantai bawah persis di belakang resepsionis. 

Kamarnya luas banget. Ada satu tempat tidur besar, kursi letter L, karpet, lemari, AC tapi minus televisi. Kata pengelolanya tv di kamar itu sedang rusak. Kamar mandinya juga bagus, ada shower dan bak mandi serta closet duduk. Cuma ada satu kamar type family room ini dan sewanya Rp 300 ribu/malam

Sedangkan kamar teman saya di lantai dua. Terdiri dari dua tempat tidur single, kipas angin, lemari dan kamar mandinya juga sama. Sedangkan sewanya Rp 150 ribu/malam. 

Saya bergegas mandi karena azan magrib mulai terdengar dan akhirnya tetap jadi masbuk. Lumayan banyak jemaah sholat pada saat itu. Bahkan jemaah wanita hingga ke dekat pintu masuk. Usai sholat, saya menyempatkan melihat suasana sekitar pelataran mesjid. 

Anak-anak usia sekolah dasar yang bermain petak umpet dan bergelut menjadi perhatian saya. Ternyata malam itu malam jumat dan ada wirid di mesjid. Karena sudah janji dengan salah satu pemilik toko souvenir, kami melangkah kaki menuju toko yang berada dekat gerbang pelabuhan. Menunggu beberapa lama di bangku kedai kosong saya memperhatikan suasana sekitarnya. 

Pelabuhan yang sejak pagi hingga sore ramai, malam itu lengang. Suasana sunyi. Di jalan depan mesjid melintas satu dua sepeda motor. Ada juga anak-anak yang bermain di depan mesjid. Di kejauhan kelap kelip Kota Tanjungpinang menunjukan geliat malamnya. Kontras dengan Pulau Penyengat yang sangat syahdu dan tenang. Bahkan Masjid Sultan Riau yang terang benderang berpadu dengan warna cat kuning dan hijau ikut menambah kedamaian.

Azan Isya berkumandang dan kami kembali bergegas ke mesjid. Usai sholat saya menuju kedai makan yang berada di sebelah penginapan. Ada beberapa pengunjung yang sedang makan dan menunggu pesanan. Teman saya yang ternyata juga lapar menyusul saya duduk di meja yang persis berada di tepi jalan. Saya memesan kwetiaw dan teh obeng. Teman saya memesan nasi goreng dan teh tarik.

Masakannya sangat enak dan teh tariknya ternyata juga enak kata teman saya. Kami masih duduk sambil ngemil kacang dan kerupuk ikan sambil ngobrol. Pemilik warung menyambangi meja kami dan menanyakan kami dari mana. 

Saya menjawab dari Tanjungpinang dan teman dari Jakarta. Kami mengobrol ringan dan pemilik warung mengatakan jika memamg banyak orang luar daerah bahkan luar negeri seperti Malaysia menginap di Penginapan Sultan. Rata-rata mereka ingin merasakan suasana Pulau Penyengat saat malam.

Perut kenyang matapun mengantuk. Kami beranjak dari kursi tapi urung ketika melihat ada kesibukan di Balai Pertemuan yang berada di depan penginapan. Ternyata ada sanggar yang akan latihan menari. Kami melangkahkan kaki ke depan balai pertemuan dan bergabung dengan sejumlah warga yang ingin menyaksikan para remaja latihan.

Persiapan latihan masih berlangsung dan saya memandang ke sekelilingnya. Sejumlah bocah laki-laki main bola dan bocah perempuan main kejar-kejaran. Ada satu gerobak pedagang yang menjual jajanan. Sekelompok remaja sedang ngobrol dan lalu lalang sepeda dan motor. 

Lokasi depan mesjid, penginapan dan balai pertemuan yang berbentuk segitiga itu sepertinya menjadi tempat yang lumayan hidup di malam hari. Memandang ke jalan-jalan di sekitarnya tampak sepi.

Alunan musik menyentak keasyikan saya memperhatikan sekelilingnya. Latihan tari dimulai dan saya menikmatinya. Teringat waktu sekolah juga aktif di kesenian. Penari itu mengulang dan memantapkan beberapa gerak dan pose. Saya masih betah menunggunya hingga lelah yang mendera membuat saya beranjak kembali ke penginapan yang cuma beberapa langkah.

Suara musik pengiring tari masih menghentak dengan alunan yang khas musik Melayu. Saya menikmatinya sambil membuka sosial media dan akhirnya ketiduran.

Bunyi hujan lebat membangunkan saya. Saya lirik jam di dinding pukul 3 dinihari. Saya terus memejamkan mata dan berharap besok cuaca sudah cerah. Azan subuh menyentak saya dan hujan masih ada meski rintik. 

Bergegas saya keluar kamar dan dua petugas piket sedang tertidur. Saya membuka pintu keluar dan suasana sangat sepi. Di dalam mesjid hanya saya seorang jemaah wanita sedangkan jemaah pria saya tidak perhatikan. Dan saya ada teman ketika seorang nenek masuk bergabung.

Hujan rintik masih turun ketika saya kembali ke penginapan dan melanjutkan tidur. Alarm pukul 6 yang sengaja saya stel membuat mata yang masih ingin tidur mengagetkan saya. Ingin bermalasan di tempat tidur, namun saya ingin melihat suasana pulau ini di pagi hari.

Dari balik jendela kamar saya memperhatikan ke arah jalan dan gerbang pelabuhan. Ada tukang becak yang melintas membawa pelajar. Ada motor dan orang yang bergegas untuk ke pelabuhan. Suasana pagi itu juga terasa damai dan tenang. 

Saya melangkahkan kami menuju sebuah warung di dekat gerbang. Niatnya mencari kue untuk sarapan pagi. Ternyata kata penjualnya sudah banyak yang habis dibeli sejak usai subuh pagi. Yang tersisa hanya sedikit dan saya memilih kue dari ketan dan deram deram sejenis kue cincin khas pulau ini.

Sesuai janji, kami check out pukul 7.30 pagi. Dua orang petugas piket sudah tidak ada lagi. Karena sudah membayar sejak check in kami meninggalkan kunci di meja resepsionis. Lho kok gitu ?

Ya ialah, penginapan itu dikelola swadaya oleh pengurus Mesjid Sultan Riau. Jadi jangan bayangkan seperti penginapan pada umumnya. Semua dikelola masih dengan sederhana tapi setidaknya kenyamanan dan suasana di pulau ini selalu rindu untuk kembali lagi bermalam











6 komentar untuk "Penginapan Sulthan : Merasakan Suasana Malam di Pulau Penyengat"

  1. Minta kontak pengelola donk bu dewan , ramadhan pengen ke sini

    BalasHapus
  2. seru ya malam malam ada yang lagi latihan seni gitu. pengen rasain juga suasana malam di penyengat

    BalasHapus
  3. Wah keren ya penginapannya. Udah bisa nih nginap di Penyengat.

    BalasHapus
  4. Asyik kak review penginapannya.... Jadi pengin nginap di sini kl ke penyengat...

    BalasHapus