Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Euforia Pengumpulan Sumbangan (Berkaca dari Kasus Gempa Sumbar 2009)

setiap kali ada bencana di seluruh wilayah di Indonesia, selalu saja kita sebagai saudara tergerak untuk membantu. Baik dengan bantuan doa, tenaga maupun melalui sumbangan. sumbangan pun terdiri dari barang dan uang tunai.

Tak heran jika bencana terjadi di suatu daerah, yang jelas dan nampak adalah banyaknya berbagai elemen berlomba-lomba mengumpulkan sumbangan.Ada yang membuka pos bantuan ini dan itu.Dari mahasiswa, paguyuban, instansi pemerintah, swasta, LSM dll.


Warga dihimbau atau diminta menyumbangkan barang ke posko. Baik berupa sembako, pakaian layak pakai dan barang-barang kebutuhan korban bencana lainnya. Selain itu mereka juga menerima uang yang katanyan nanti akan dibelikan barang-barang untuk dikirimkan.

begitu juga pada saat ini ketika bencana wasior, merapi dan mentawai, di kota saya khususnya berbagai elemen masyarakat berlomba-lomba membuka posko. Bahkan seakan telah menjadi euforia.

Sebagai salah seorang yang pernah menjadi korban gempa tahun 2009 waktu pulang kampung ke pariaman 2009 lalu, dan melihat langsung proses penggalangan bantuan yang ternyata ribet saat distribusinya, saya menilai jika penggalangan bantuan untuk korban bencana akan lebih baik hanya mengumpulkan uang tunai.

Mengapa saya menyarankan hal itu ? ya..ketika saya kembali ke kota domisili saya sekarang pasca gempa 2009, saya terharu melihat antusias berbagai elemen masyarakat mengumpulkan bantuan. Salah satunya adalah kawan-kawan saya yang juga membuka posko. mereka mengumpulkan barang dan uang tunai.

Salah satu barang yang banyak disumbang warga adalah pakaian layak pakai. Tapi, layak di sini jauh dari layak pakaian yang diterima. Sehingga harus disortir. Bahkan saya melihat posko bantuan menjadi ajang “membuang” pakaian tak berguna mereka.

Ketika masa pengumpulan bantuan sudah berakhir, tibalah saatnya pengiriman bantuan ke Padang. Teman-teman saya yang punya “lobi” dengan pemerintah daerah, menggabungkan pengiriman barang -barang hasil posko mereka dengan bantuan pemerintah daerah.

bahkan uang tunai yang diterimapun diberikan untuk tambahan barang-barang. Hasilnya ketika berton-ton barang itu diangkut dengan pesawat terbang, yang terjadi adalah rasa was-was karena barang-barang itu tidak muat di pesawat. Sehingga sejumlah barang terpaksa ditinggalkan, karena jika dipaksakan akan mengancam keselamatan penumpang yang ikut.

Bantuan itu diserahkan ke pemkab padangpariaman, diterima langsung secara simbolis oleh bupati.Tapi yang terjadi, penyaluran dari pemkab padangpariman ke korban bencana lamban. Karena manajerial mereka terhadap bencana belum maksimal. banyak barang-barang bantuan menumpuk. bermacam alasan dari kekurangan tenaga hingga masalah kekurangan transportasi dan lainnya.

Sehingga terjadilah kasus warga yang menjemput paksa sendiri bantuan ke kantor bupati dengan cara-cara mereka yang marah.

Berkaca dengan kasus di atas, saya menyarankan kepada berbagai elemen masyarakat yang membuka posko bantuan, akan lebih baik menerima sumbangan dalam bentuk uang tunai. kemudian uang itu nanti diserahkan ke pundi amal yang dibuka oleh media massa dan elektronik khususnya televisi swasta nasional.

Khusus untuk TV swasta nasional sudah terbukti mampu mengelola bantuan pemirsa.karena jelas dan nyata bantuan itu digunakan untuk membangun berbagai sarana dan prasana yang dibutuhkan. Bukti fisik jelas terlihat.selain itu auditnya pun jelas.

Mohon maaf, mengutip kalimat teman saya di facebook, kadang ajang pengiriman bantuan dari suatu pemda ke daerah bencana adalah ajang wisata. Berbondong-bondong datang dengan biaya dari pemerintah daerah. alangkah lebih baiknya uang untuk biaya perjalanan para wisatawan bencana itu juga disumbangkan.

Posting Komentar untuk "Euforia Pengumpulan Sumbangan (Berkaca dari Kasus Gempa Sumbar 2009)"