Tanjungpinang Kota Pendidikan, Menuju Kejayaan Pendidikan Masa Lalu
Waktu memang tidak bisa diputar kembali untuk dirasakan pada masa sekarang, tapi sejarah bisa diulang. Sebuah kebesaran dan kejayaan pada masa lalu bisa diulang oleh generasi saat ini meski dalam format berbeda.Begitu juga halnya dengan kejayaan pendidikan masa lalu Kota Tanjungpinang, yang tentu bisa diulang pada saat ini.
Pada dekade sebelum tahun 90-an Tanjungpinang pernah mengalami kejayaan pendidikan. Hal itu dapat dibuktikan dengan lengkapnya tingkatan sekolah dari TK hingga menengah atas. Baik untuk sekolah umum maupun kejuruan, seperti SMA, Sekolah Guru Olahraga (SGO), Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Sekolah Pendidikan Guru Agama (SPGA).
Para lulusan sekolah atas yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di universitas, juga bisa bersaing dengan lulusan dari daerah lain. Lulusan sekolah menengah dari Tanjungpinang cukup banyak yang bisa menembus perguruan tinggi nasional di Jawa dan Sumatera.
“Mutu lulusan di kota ini pada masa saya bersekolah sekitar tahun 60an sangat bagus. Banyak teman-teman kami yang masuk perguruan tinggi negeri seperti ITB dengan mudah. Semua itu karena mutu guru bagus, sarana dan prasarana juga lengkap sehingga wajar outputnya juga bagus,” kenang Ketua Dewan Pendidikan Kota Tanjungpinang, Arief Rasahan.
Lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan pada masa itu, juga tidak lain karena Tanjungpinang adalah pusat pendidikan bagi daerah dan pulau sekitarnya, seperti Natuna, Karimun, Bintan, Lingga, Dabo Singkep, Senayang, Tambelan dan Tarempa.
Dibandingkan dengan saat ini, khususnya sejak Tanjungpinang berdiri sebagai kota otonom dan ibukota Provinsi Kepri, kondisi pendidikan di kota ini terkesan berjalan lambat. Bahkan melihat sejumlah prestasi ada yang masih tertinggal dari daerah lain di sekitarnya, seperti Kabupaten Karimun dan Kota Batam.
Setidaknya itulah yang pernah diungkapkan oleh Wali Kota Tanjungpinang Dra Hj Suryatati A Manan. Kondisi pendidikan di kota yang dipimpinnya saat ini menurut Suryatati bukanlah merosot, tapi hanya perlu untuk berjalan lebih cepat, sehingga bisa kembali menjadi yang terbaik seperti pada masa lalu.
Bahkan dengan status sebagai ibukota provinsi, Suryatati mengharapkan Tanjungpinang bisa lebih maju dalam bidang pendidikan dibandingkan daerah lain. Sebab saat ini di Tanjungpinang sarana pendidikan tidah hanya sebatas hingga sekolah menengah, tapi perguruan tinggi juga telah banyak berdiri guna mencetak generasi intelektual penerus pembangunan.
Pelajar Tanjungpinang |
Pada tahun 2007 lalu dari enam kabupaten/kota se-Provinsi Kepri, tingkat kelulusan paling tinggi diraih Kabupaten Lingga. Persentase kelulusan siswa SLTA di Kabupaten Lingga mencapai 98,32 persen, jauh di atas tingkat kelulusan Provinsi Kepri. Posisi kedua ditempati Kabupaten Bintan dengan tingkat kelulusan 97,00 persen.
Memang pada tahun 2008 ini, Tanjungpinang telah berhasil mengalahkan Lingga yang merosot dratis ke peringkat terbawah. Namun tetap saja Tanjungpinang masih tetap di bawah Kota Batam, Kabupaten Karimun dan Natuna.
Memang tingkat kelulusan bukanlah semata indikator mutu pendidikan di suatu daerah, apalagi saat ini standar kelulusan juga berstandar nasional. Tapi, kembali lagi mengingat Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi dan mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, mestinya sejarah kejayaan pendidikan masa lalu itu bisa segera diulang.
Indikasi Tanjungpinang bisa kembali mengulang sejarah kejayaan pendidikan di masa lalu, menurut Suryatati sudah mulai mengarah. Tidak hanya jumlah karena jumlah sekolah seluruh tingkatan hingga perguruan tinggi yang memadai, bahkan pemerataan pendidikan dapat dilihat dengan tidak ada lagi anak usia sekolah sekolah dasar dan lanjutan pertama yang tidak bisa mengecap pendidikan. Selain itu dari berbagai lomba, siswa Tanjungpinang bisa mengukir prestasi gemilang baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Yang perlu diperbaiki saat ini adalah mutu pendidikan yang harus lebih baik dari sebelumnya. Hal ini tentu menyangkut berbagai aspek, seperti kwalitas tenaga pendidik yang mesti lebih ditingkatkan, sarana dan prasarana yang harus lebih lengkap dari saat ini serta kurikulum yang mesti diperhatikan.
Sedikit berbeda dengan pendapat Suryatati, Ketua Dewan Pendidikan Tanjungpinang, Arief Rasahan menilai mutu bisa dikatakan baik, tapi hanya terdapat ketimpangan. Ia melihat ada sekolah yang jauh lebih maju dan ada yang betul-betul kurang mutunya.
Dicontohkan, SMA 1 dan SMA 2 Tanjungpinang bisa menghasilkan mutu lulusan yang bagus, karena para siswa yang masuk ke sekolah itu sengaja disaring. Sehingga wajar prestasi kedua sekolah itu lebih baik. Sebagai solusinya dasar pendidikan harus diperkuat yakni dimulai dari sekolah dasar, sehingga menghasilkan mutu lulusan yang bagus untuk SLTP dan berlanjut ke SLTA.
Selain itu masalah kwalitas distribusi guru juga merupakan faktor penentu kwalitas pendidikan, yang mana masih banyak guru yang enggan mengajar di sekolah pinggiran. Sehingga sekolah itu kekurangan guru mata pelajaran tertentu dan akhirnya dirangkap oleh guru dengan basic berbeda.
Kunci untuk meraih keberhasilan pendidikan menurut Arief Rasahan lebih kepada konsitensi pemerintah dalam melaksanakan program yang telah disusun. Karena meskipun dirasakan sulit tapi harus tetap bisa dijalani.
Jumlah anggaran pendidikan yang sudah dialokasikan sebesar 20 persen dari APBD, tetap dirasakan masih kurang demi mencapai pendidikan yang bermutu. Pada saat ini anggaran pendidikan Tanjungpinang bisa dikatakan belum sepenuhnya untuk peningkatan mutu dan operasional sekolah.
Jumlah guru yang berstatus PNS sebanyak 1682 atau mencapai 49,57 persen jumlah PNS di lingkungan Pemko Tanjungpinang, cukup banyak menyerap anggaran pendidikan tersebut khususnya guna membayar gaji dan tunjangan.
Menurut anggota Komisi III DPRD Tanjungpinang, Muhammad Arif, mestinya anggaran pendidikan 20 persen dari total APBD tersebut hanya dipergunakan untuk perbaikan mutu dan operasional sekolah.
Kondisi itu memang cukup dilematis, karena jika hal itu benar-benar diterapkan bisa dikatakan nantinya seluruh anggaran akan tersedot untuk pendidikan. Jadi untuk saat ini melakukan penyesuaian anggaran masih cara yang efektif untuk menyiasatinya. Pada 2009 mendatang diharapkan anggaran itu tidak lagi banyak tersedot untuk kegiatan fisik, melainkan lebih kepada perbaikan kwalitas dan mutu, baik guru dan program demi memperbaiki tingkat kelulusan.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Tanjungpinang sendiri, seperti yang pernah disampaikan oleh kepala dinasnya Dra Ahadi, telah berusaha agar kwalitas pendidikan baik mutu guru dan kelulusan siswa lebih baik setiap tahun.
Sebagai seorang yang berasal dari tenaga pendidik, Ahadi berusaha menerapkan sejumlah program yang menurutnya bisa mencari akar masalah penurunan mutu pendidikan di kota ini. Salah satunya dengan melakukan kunjungan rutin ke setiap sekolah, berdialog dengan guru serta siswa. Selain itu ia juga memberikan motivasi kepada siswa untuk giat belajar.
Bahkan dengan tegas ia melarang siswa untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah yang bisa mengganggu konsentrasi belajar. Bahkan larangan itu lebih diperketat saat menjelang ujian kenaikan kelas maupun ujian nasional.
Sedangkan upaya peningkatan kwalitas guru juga dilakukan dengan meminta guru yang belum bergelar sarjana untuk kuliah,serta mengadakanm pelatihan. Salah satu pelatihan yang diadakan baru-baru ini bekerjasama dengan Sampoerna Foundation, yang melatih 90 orang guru dan kepala sekolah.
Program pengembangan profesionalisme untuk guru itu akan membahas tentang perubahan paradigma, manajemen kelas, dan pembelajaran interaktif yang berpusat kepada siswa, mulai dari tahap perencanaan hingga penelitian. Semoga dengan berbagai usaha yang dilakukan tersebut, sejarah kegemilangan pendidikan Kota Tanjungpinang akan terulang.**
NB : Tulisan ini Juara Pertama Sayembara Jurnalistik Pemko Tanjungpinang tahun 2009 dan dimuat di Majalah Tras
Posting Komentar untuk "Tanjungpinang Kota Pendidikan, Menuju Kejayaan Pendidikan Masa Lalu"
Terimakasih sudah berkunjung
Silahkan berkomentar .
Mohon maaf komentar dimoderasi